Jumat, 08 Juli 2011

PENALARAN YANG TERKANDUNG DALAM AKSARA JAWA

“SASTRA JENDRA HAYUNINGRAT PANGRUWATING DIYU”
PENALARAN YANG TERKANDUNG
DALAM AKSARA JAWA
FILSAFAT KETUHANAN MELANDASI TIMBULNYA AKSARA JAWA
        
               Dalam aksara jawa, timbulnya aksara jawa berdasarkan  suatu filsafat, tentang “HAKEKAT KEBENARAN” . Dalam bersifat, pada zaman dulu orang jawa telah memperoleh pengertian tentang “HAKEKAT KEBENARAN” yang sifatnya abstrak dan universal.
              Hal ini dicapai dengan jalan olah rasa, analisa dan abstraksi. Dan untuk memahami unsur hakekat atau substansi dari suatu barang, orang harus mampu melepaskan semua unsur-unsur aksidensi yang meliputi pada suatu barang tersebut.
               Bila orang sudah menemukan arti substansi dari suatu barang yang sifatnya tetap, maka akan diperoleh pengertian sesuatu barang yang sifatnya tetap, tidak berubah dan kebenarannya tidak dibatasi dengan ruang, waktu dan jarak. Sifat-sifat demikian adalah sifat Tuhan.
                Dan jika pengertian tentang hakekat tadi kemudian merupakan suatu keyakinan, maka manifestasinya akan terlihat sebagai pandangan hidup ( way of lif ) dari orang itu sendiri.
                Dalam filsafat jawa, telah pula dimengerti tentang hubungan antara manusia dengan dunia beserta isinya ini, dengan alam semesta. Manusia mempengaruhi dunia dan demikian pula sebaliknya. Di samping itu dalam diri manusia sendiri terdapat semua unsur pokok yang juga ada dalam dunia/alam semesta. Maka berdasarkan ini manusia menamakan  “ MAKRO KOSMOS “ Angin, Air, dan Bumi.  Dalam mikro kosmos unsur-unsur pokok juga sama :
·         API         : disini merupakan nafsu  AMARAH.
·         ANGIN   : disini merupakan nafsu MUTMAINAH.
·         AIR         : disini merupakan nafsu SUFIAH.
·         BUMI     : disini merupakan nafsu AULAMAH.


TIMBULNYA AKSARA JAWA
             Tentang aji saka yang sudah tidak asinglagi dalam masyarakat jawa, dimana dalam cerita tersebut diceritakan aji saka mengalahkan seorang raja yang lalim, memakan manusia yang bernama Prabu Dewata Cengkar, serta menceritakan pula  tentang ke empat pembantu Aji Saka yaitu yang bernama : DORA , SEMBADA , PRAYOGA dan DUDUGO.
              Menurut cerita Aji Saka menang melawan Dewata Cengkar, itu tidak lain hanya memberi sanepan (gambaran) bahwa semua kelaliman akan kalah oleh kebenaran ( SURADIRAJA JAYANINGRAT LEBUR DINING PANGASTUTI ). Tetapi apa sebetulnya yang dimaksud dibalik cerita serta nama-nama dalam cerita itu ?
               Sekarang kalau kita tilik nama Aji Saka,  AJI – berarti  berharga,  SAKA – berarti tiang. Disini yang dimaksud adalah : orang yang telah menemukan penyangga dari sesuatu yang berharga ialah HIDUP nya.  Berarti pula orang yang telah menemukan pengertian tentang   “ HAKEKAT KEBENARAN “   Secara tidak langsung berarti pula orang yang telah menemukan pribadinya, orang yang telah menemukan  “ AKU “nya.
              Jelaslah disini yang dimaksud dengan Aji Saka adalah  “ AKU “  sedang arti dari nama-nama para pembantu Aji Saka adalah :
·         DORA        :  berarti BOHONG.
·         SEMBADA :  berarti PERCAYA DIRI SENDIRI.
·         DUDUGA   :  berarti MENGGUNAKAN KIRA-KIRA ( nalar ).
·         PRAYOGA  :  berarti COCOK BAIK.
Maka dalam legenda diceritakan Dora dan Sembada ttewas (sifat kedua-duanya kurang baik). Dan Duduga dan Prayoga tetap hidup (kedua sifat ini mengarah kebaikan).
            Jadi Aji Saka serta pembantunya menggambarkan   “ SADULUR PAPAT LIMO PANCER “  (saudara empat dan lima pancer), yang ada pada diri manusia sendiri.
 Disini menjelaskan bahwa  “ AKU “ menguasai serta menutur ke empat nafsu diatas. ( nafsu AMARAH – SUFIAH – MUTMAINAH serta AULAMAH). Berdasrkan ini maka timbullah AKSARA JAWA.
·         HA NA CA RA KA.
·         DA TA SA WA LA.
·         PA DHA JA YA NYA.
·         MA GA BA THA NGA.
Serta dengan sandanganny (pelengkap) yaitu :
·         HA     : dalam aksara jawa dinamakan nglegeno/polos.
·         HI      : dalam aksara jawa dinamakan wulu.
·         HU  : dalam aksara jawa dinamakan suku.
·         HO  : dalam aksara jawa dinamakan taling tarung.
·         HE   : dalam aksara jawa dinamakan pepet.
·         HANG : dalam aksara jawa dinamakan cecek.
·         HAR    : dalam aksara jawa dinamakan layar.
·         HE’      : dalam aksara jawa dinamakan taling.
·         HAH    : dalam aksara jawa dinamakan wignyan.
Huruf jawa ini dipakai untuk media serta pengungkapan suatu ajaran bagaimana manusia menjalankan hubungan dengan Tuhan. Dan juga menyangkut lebih luas tentang kehidupan ini,  tentang  “ HAKEKAT KEBENARAN “  karena pada umumnya manusia menilai suatu kebenaran hanyalah terbatas pada kebenaran duniawi, dimana manusia sendirilah yang mengadili serta menghakimi, berdasarkan pengalaman yang menyangkut pada manusia itu sendiri.
             Hakekat kebenaran ini tidak dibatasi dengan ruang, waktu, jarak dan kebenaranya tidak berubah. Atau dengan kata lain langgeng/kekal. Demikian sekelumit tentang aksara jawa, dan untuk lebih jelasnya akan kami terangkan/ungkapkan sedikit arti tiap huruf dalam aksara jawa.
ARTI HURUF – HURUF JAWA
·         HA    : Huripku Cahyaning Gusti Allah. (Hidupku Cahaya Gusti Allah/Tuhan).  Dalam Gusti Allah/Tuhan adalah langgeng (kekal) .  Kekal disini berarti “PADHANG TANPA WINATESAN,TANPA ANA SUMBERING,ANANE MUNG KEPENAK (terang tak terbatas, tiada awaal, adanya hanya rasa enak).  Kita hidup ini adalah pancaran pancaran dari sinar langgeng (NUR) . Sinar hidup ini tercermin pada setiap mahluk hidup, merupakan “CAHAYA HIDUP”  jawa ( GUWOYO ). Cahaya hidup ini akan terlihat bila kita memperbandingkan antara orang hidup dengan orang yang telah meninggal.
·         NA    : Nur Hurip Cahya Wewayangan. ( Nur Hidup merupakan Wahaya bayangan ). Disini Cahaya Tuhan ( NUR ) yang ada pada manusia adalah bayangan dari Cahaya Langgeng. Jelaslah bahwa Tuhan adalah sumber Hidup serta yang menghidupi, dan berarti pula Tuhan ada dalam CiptaanNya.  Tetapi tidaklah berarti bahwa Tuhan adalah ciptaanNya itu. Dapat kita ambil contoh, umpama kita menaruh sejumlah cermin di tanah lapang, kita akan melihat beberapa matahari dalam cermin yang kita taruh. Setelah kita melihat ke atas ternyata matahari yang asli hanyalah satu, demikian pula terjadi pada manusia ini.
·         CA    : Cipta Rasa Karsa Kuasa. ( Cipta, Rasa dan Kehendak yang Kuasa ). Seluruh alam semesta ini terjadi karena ciptaanNya. Tuhan menciptakan segalanya karena kecintaanNya (Eros) dan atas permintaan alam itu sendiri (  proses evolusi ). Berarti apa yang ada di alam semesta ini ada dalam kekuasaan-Nya. 
·         RA    : Rasa Kuasa Kang Tanpa karsa   ( Rasa Kuasa yang tak mempunyai Kemauan). Semua rasa yang ada di dunia ini seperti rasa pedas, asin, rasa sakit, rasa senang, rasa susah, jengkel dan sebagainya menjadi satu, menjadi “ RASA KUASA “. Seseorang tidak akan bisa menggambarkan atau mewujudkan tentang rasa.  Sedang menggambarkan rasa asin atau sakit saja orang tidak akan bisa, apalagi menggambarkan  “ RASA KUASA “.  RASA biasanya hanya dirasakan. Demikian tentang “ RASA KUASA “.   Tuhan hanya bisa dirasakan seperti telah disinggung diatas bahwa Tuhan menciptakan seluruh alam semesta ini atas permintaan dari alam itu sendiri dan juga Tuhan tidak mengharapkan hasil dari apa yang diciptakannya ( tanpa pamrih ).
·         KA    :  Karsa Kuasa Tetungguling Pangreh  (Kehendak yang Maha Kuasa Merupakan Sumber dari Pengatur).  Semua apa yang terjadi di alam semesta ini, berjalan nya Matahari bintang-bintang, tumbuhnya pepohonan, mekarnya bunga dan sebagainya, jelas semua ada yang mengatur. Pengatur dari semuanya tadi adalah Tuhan ( RASA KUASA).
·         DA    : Dumadi Tanpa Kinardi  ( Terjadi Tanpa ada Yang  Membuat ).  Seluruh alam semesta ini terjadi karena suatu proses. Adanya sesuatu kodrat. Apabila kita melihat pada diri kita sendiri, pada diri kita tentu kita sadari adanya nyawa. Semua orang tau bahwa setiap mahluk tentu mempunyai nyawa. Akan tetapi tentang hal nyawa, kalau berwujud, yang bagaimana wujudnya, kalau bertempat, dimana tinggalnya, kalau mempunyai aroma, yang bagaimana baunya, kalau lewat (masuk) lewat mana?. Nyawa ada idak uasaha, tidak usah mencarinya, dan ada dengan sendirinya. Nyawa tadi ada atas kehendak Tuhan Yang Maha Esa.
·         TA    : Tetep Jumeneng Dat Kang Tanpa Niat   ( Tetap Terjadinya Dat Yang Tak Mempunyai Niat ). Bila seseorang dalam mencari  “ HAKEKAT KEBENARAN “  sesuatu benda telah melepaskan semua aksidensi yang menyelimuti benda tersebut, maka orang tersebut sudah tidak merasa apakah dia itu laki-laki atau perempuan kaya atau miskin, jelek atau cakep yang ada hanya HIDUP. Dan dalam keadaan begitu seseorang tadi tidak akan mempunyai niat apapun. Bahkan pikirannya tidak akan bekerja ( makarti ). Pikiran adalah sumber dari semua kemauan/niat.  Dalam keadaan beginilah  ( dalam keadaan semedi ) orang tetap merasakan hidup (Dat) yang tidak mempunyai niat apapun.
·         SA    : Sifat Hana Tanpa Wiwit      ( Sifat Ada Tanpa Awal ).  Sifat Tuhan ada, tidak tau kapan mulainya. Manusia untuk meresonasikan diri dengan Tuhan, haruslah mengerti sifat-sifat Tuhan serta berusaha menirukan sifat-sifatNya. Sebetulnya kita tidak tahu persis kapan kita mulaihidup, mulai kita ini mempunyai kepribadian sendiri.
·         WA    : Wujud Hana Tan Kena Kinira   ( Wujud Ada,tetapi Tidak Bisa Dikra-Kira ).  Dalam sarana mencari  “ PRIBADI “ walaupun  “ AKU “ ujudnya sama dengan kita sendiri, tetapi perwujudan ini tidak bisa kita kira-kira kan. Itulah sebabnya seseorang akan sulit sekali membayangkan atau menciptakan wajah sendiri. Dalam dunia ini orang tidak akan bisa membayangkan atau mengkira-kirakan perwujudan yang terahir dari evolusi sesuatu barang atau mahluk. Sebagai contoh : seseorang tidak akan bisa membayangkan wajah atau wujud dari dirinya sendiri.
·         LA    : Lali Eling Wewatesane   (  Batasnya dari Lupa dan Ingat ). GAIB disini diterangkan ada dalam keadaan lali (lupa) dan eling (ingat). Yng dimaksud lupa disini adalah tidur. Sebagai contoh umpama kita tidur jam 1.00 pagi, apakah benar kita tidur jam 1.00 pagi.  Yang jelas kita mulai tidur jam 1.00, tapi awal dari tidurnya kita tidak tahu pasti. Jadi kita mulai tidur, saat kita lupa. Dan yang dimaksudkan ingat disini adalah waktu kita dalam keadaan melek. Sering seseorang dalam keadaan demikian  (setengah melek dan setengah tidur) orang tersebut menerima perlambang (wangsit,petunjuk), akan tetapi banyak orang yang tidak memperhatikan hal tersebut. Baru setelah ada kejadian orang tersebut menyadari perlambang tadi. Disini disarankan agar orang yang berniat untuk mempelajari hal-hal gaib, supaya mencari. Saat kita mulai tidur, serta mempertahankan keadaan yang demikian itu. Ini adalah sebagian dari cara untuk memudahkan dalam mempelajari hal tersebut.
·         PA    : Papan Kang Tanpa Keblat  ( Sesuatu Tempat Yang Tak Mempunyai Arah ).  Didalam mempelajari hal gaibkita ahirnya akan menemukan tempat ( suasana, keadaan, yang kita tidak tahu mana arah Utara, Selatan. Mana arah Barat atau Timur, mana Atas atau Bawah, yang ada hanya suatu tempat yang tak terbatas (kosong,awang-awang). Keblat (arah) sebetulnya diciptakan  (diadakan) oleh manusia sendiri untuk mempermudahkan komunikasi antar manusia di dunia ini. Pada kenyataannya keblat itu tidak ada. Sebagai contoh: kita menunjuk ke arah Timur, seandainya tangan kita ini memanjang terus, niscaya akan sampai pada tengkuk kita sendiri.  Atau seseorang bverjalan terus, orang itu pada ahirnya akan sampai pada tempat semula.  Hal ini terjadi karena dunia ini bulat. Lalu sekarang timbul pertanyaan : Arah manakah Timur, Barat, Utara atau Selatan itu?. Kami kira para pembaca telah mengetahui jawabannya sendiri.
·         DHA   : Dhuwur Wekasane, Cendek Wiwitane    ( Ahirnya Tinggi, Berawal Dari Rendah ).  Bila seseorang telah mencapai pada tingkat seperti yang diterangkan diatas dalam mencari   “ HAKEKAT KEBENARAN “  maka orang tersebut kesadarannya akan lebih tinggi (dewasa) dan dalam berbuat apapun orang tersebut akan lebih berhati-hati. Serta cenderung ke arah perbuatan baik ( MEMAYU HAYUNING BAWONO ). Jelaslah untuk mencapai kesadaran yang tinggi mesti diawali dari yang rendah dulu. Seseorang akan naik setingkat pada kesadarannya kedewasaannya atau cara berpikirnya apabila orang itu mengalami suatu benturan (persoalan) yang menyangkut orang itu sendiri.
·         JA    : Jumbuhing Kawula Gusti   ( Menyatunya manusia Dengan Tuhan ).  Disini berarti seseorang telah menemukan HAKEKAT KEBENARAN itu bersifat tetap, tidak ubah dan tidak dibatasi dengan ruang, waktu dan jarak (kekal) dan didalam kekal adalah T uhan. Berarti pula telah bisa menyatukan dengan-Nya.
·         YA    : Yen Rumangsa Tanpa Karsa  ( Bila Merasa Tidak Mempunyai Kemauan ). Kembali setelah seseorang menemukan dan bersatu dengan Tuhan, berarti orang tersebut dalam keadaan demikian tidak mempunyai kemauan apapun. Karena kemauan ada pada pikiran (rasio)  dalam Tuhan, rasio disini tidak berlaku. Kenyataan pula bahwa Tuhan tidak bisa dicapai dengan rasio.  Seperti yang tertulis dalam suatu ayat yang tafsirnya antara lain berbunyi  TUHAN LEBIH DEKAT DARI URAT NADIMU TETAPIO KAMU TIDAK PERLU TAHU.
·         NYA  : Nyata Tanpa Mata, Ngerti Tanpa Di Wuruki  ( Nyata Tanpa Mata Mengerti Tanpa Ada Yang Mengajari ) masih berkaitan dengan yang diatas. Dalam mencapai Hakekat Kebenaran atau Kesempurnaan, seseorang akan tahu dengan sendirinya dan tidak tergantung diberi pelajaran oleh orang lain. Hal ini bersifat Universal. Karena semua bersumber hanya dari satu, yaitu dari Tuhan Yang Maha Esa.
·         MA   : Mati Bisa Bali  ( Mati Bisa Kembali ).  Yang dimaksud  MATI disini adalah seseorang yang mematikan atau melepaskan semua aksidensia dari sesuatu yang kita cari. Sedang bila manusia mengembalikan semua aksidensia dari sesuatu tadi, maka seseorang akan kembali seperti umumnya manusia. Jelasnya kita sebagai manusia , tidaklah mungkin mempertahankan dalam keadaan yang demikian ( dalam menyatu dengan Tuhan ). Selamanya sebelum manusia itu meninggal. Maka biar bagaimanapun manusia toh kenyataannya masih mempunyai kemauan, masih membutuhkan sarana untuk kelangsungan hidupnya.
·         GA   :  Guru Sejati Kang Muruki  ( Guru Sejati Yang Mengari ).   Hal-hal tersebut diatas  ( hal gaib ) bisa tercapai bukan karena orang lain akan tetapi sebetulnya dari diri kita sendiri.Yang dimaksudkan “ GURU SEJATI “  disini adalah  “ AKU “  (ego) . Aku dan manusia selalu berkaitan dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Aku dan manusia terpisah,  berarti manusia itu meninggal dunia. Aku yang memerintah manusia dan manusianya sendiri yang mengalami. Sebagai contoh : umpama kita disuruh makan oleh orang lain, belum tentu kita mau makan, tetapi bila  AKU yang menyuruh,  mau tidak mau pasti kita makan.  Dalam hal ini gaib fungsi AKU penting sekali dan juga merupakan  “ GURU “ dalam mencari serta mencapai hakekat kebenaran atau untuk menemukan serta menyatu dengan Tuhan.
·         BA   : Bayu Sejati Handalani  ( Bayu Sejati Sebagai Jalan ). Kalau kita menyimak bayi yang baru lahir, untuk  “ mengawali “ hidupnya tentu dia dia menaangis.  Sebelum bayi menangis dan tali pusar belum dipotong, masih merupakan prabot (bagian) dari si Ibu, tangisan pertama pada seorang bayi, bayi itu mengeluarkan udara lebih dulu, tanpa mnghirup udara luar. Udara yang keluar dari tangisan pertama inilah yang dinamakan  “ BAYU SEJATI “. Bayu Sejati ini selalu terhisap dan dikeluarkan bersamaan dengan udara yang dipakai untuk bernafas bagi si bayi tersebut. Bayu Sejati ini merupakan jalan untuk menuju kesempurnaan.
·         THA  : Thukul Saka Niat  ( Timbul Dari Niat ). Untuk mencapai  “ HAKEKAT “ timbul karena niat/kemauan dari manusianya sendiri kesadarannya sendiri.
·         NGA  : Ngracut Busananing Manungsa ( Melepaskan Busana Pelengkap Manusia ) Yang dimaksud dengan busana disini bukanlah pakaian atau perhiasan, melainkan   “ Pelengkap Rasa “ yang terbawa sejak lahir dari manusia itu sendiri. Bila kita melihat orang yang sedang lelaku ( mau meninggal/meregang nyawa ). Akan terlihat teraturnya jalan nafas dan seakan membawa “DZIKIRAN “ sebetulnya dalam keadaan demikian ini orang tersebut baru  “ Melepaskan Sandangan”  yang suaranya akan terdngar seperti  HA sampai HAH. ( Dari Nglegena sampai Wignyan ). Saat itulah orang yang akan meninggal itu sebetulnya sedang melepaskan semua aksidensinya.  Bila orang yang mau meninggal itu telah mencapai tingkat kesadaran yang tinggi. Maka norang itu akan menuju kesempurnaan yang kekal, artinya akan bersatu dengan Tuhan selama-lamanya. Dan bila yang mau meninggal itu waktu melepasskan aksidensia budi karena terpaksa atau tanpa kesadarannya, maka orang akan  “KURANG SEMPURNA” (gent).

ARTI DARI 1 SANDANGAN   ( PELENGKAP ) PADA  AKSARA JAWA.
·         HA   : Artinya Nglegena ( polos )
·         HI    : Jumeneng kalawan pribadi ( mempunyai kepribadian sendiri ). Setelah tali pusar dipotong dan si bayi menangis, barulah sibayi tadi mulai hidup dengan pribadi sendiri, sudah tidak merupakan bagian dari si Ibu lagi. Walaupun untuk kelangsungan hidupnya masih tergantung dari bantuan serta perawat dari pribadi yang lain ialah si Ibu.
·         HU   : Artinya Heran. Mudeng ( sedikit-sedikit arti kebutuhan hidup ).
·         HO   : Artinya mempunyai perasaan nggumun ( heran ).  Dalam tahap ini sibayi telah bertambah “ TITIPAN” pelengkap rasa heran. Dan timbul rasa ingin tahu. Biasanyapun barang-barang apapun yang dipegang terus dimasukkan ke dalam mulutnya (kemrusuk). Anak sekecil ini bbelum bisa membedakan antara makan dan mainan. Apalagi tujuan hidup ini. Sedang kegunaan makananpun dia belum mengerti. Umumnya dengan bertambahnya pengertian  (perasaan) si bayi dibarengi dengan sakit panas ataupun berak-berak (diare). Orang-orang tua dulu menamakan  “ baru ngentheng-ngenthengi “.
·         HE   : Artinya telah bertambah perasaan mengerti. Mengerti disini artinya masih batas-batas tertentu. Si bayi baru bisa membedakan antara makan dan minum, sedikit telah mengerti dan menurut.
·         HANG : Artinya telah bertambah perasaan mudheng (jelas).  Dalam tahap ini sibayi (anak) telah mengerti dengan jelas. Bila seorang anak memegang bara api, dia lain kali melihat bara api dia tidak akan memegang lagi.
·         HAR  : Artinya sudah bertambah perasaan samar (was-was).  Dalam hidup ini si anak telah mempunyai rasa takut, rasa was-was. Semua titipan sandangan  (pelengkap rasa) ini akan terbawa sampai dewasa, bahkan sampai manusia itu meninggal. Semua perasaan (sandhangan) ini bersifat universal semua orang pasti memiliki tak bisa dipungkiri.
·         HE’  : Artinya orang yang telah mengerti tujuannya. Dalam tahap ini berarti si anak telah memikirkan tentang hidup ini serta tujuan dari hidupnya. Berarti pula orang tersebut telah “ DEWASA”  serta telah pula berkesadaran tinggi, telah mengerti tentang kehidupan ini.
·         HAH  : Artinya telah kembali  “kelanggenggan” (kekal).  Ahirnya manusia asalnya tidak ada kembali tidak ada lagi. Manusia asalnya dari Tuhan kembali ke Tuhan lagi. Artinya seseorang telah bersatu dengan Tuhan untuk selama-lamanya. Telah mencapai kesempurnaan kekal.  Dan dalam aksara jawa masih ada pelengkap lagi yaitu  “PANGKON”  dimana setiap huruf yang di pangku jadi huruf mati. Umpama kata mangan. Menurut aksara jawa huruf NA dipangku ini menurut tata lahirnya. Dalam arti yang lebih dalam lagi, maksudnya setiap sandhangan yang telah di “PANGKU” tidak bisa kembali lagi. Proses ini kembali kalau kita melihat pada orang yang sedang lelaku (mau meninggal) seperti yang telah disinggung diatas. Demikianlah salah satu dari beberapa ajaran yang ada di tanah jawa, yang telah ada sejak zaman nenek moyang kita.  Kita sebagai bangsa yang kehidupannya selalu dilandasi oleh suasana bathin yang religius, maka kita tidak lupa bahwa kebenaran mutlak adalah kebenaran yang ada pada Tuhan Yang Maha Esa.  Namun sebagai ciptaanNya , manusia dianugrahi akal dan budi untuk berbuat dan berpikir berusaha mencari  “ KEBENARAN SEJATI “ . Dalam filsafat tentang keTuhanan ini perlu kita kembangkan argumentasinya, dan jelas akan timbul kontra argumentasi, tetapi bukan untuk saling bertentangan, melainkan justru untuk mencari dan menemukan nilai-nilai  “HAKEKAT KEBENARAN” untuk menghayatikebesaran Tuhan yang sesuai dengan sila pertama dari dasar Negara kita  :” PANCASILA “ .

RAHAYU

Kutipan dari Sesepuh PAGUYUBAN SASTRA JENDRA HAYUNINGRAT PANGRUWATING DIYU

.KPH. DARUDRIYO SUMODININGRAT.

2 komentar:

  1. Tulisan yang bermakna sangat dalam.
    Sang penulispun pasti telah mendapat petumjuk, pituduh dari lelampahan lakunya.
    Semoga menjadi warisan anak cucu di masa mendatang
    Maturnuwun Romo KPH. DARUDRIYO SUMODININGRAT.
    Maturnuwun mas Kanjeng Harno Sastronagoro

    BalasHapus
  2. Saya ingin belajar lebih banyak, mungkin bisa dapat info?

    BalasHapus